Sebagai Komunitas Penggerak Literasi, Rumah Nalar mengambil peran aktif dalam merawat dan menyalakan semangat belajar melalui berbagai bentuk literasi. Kami percaya bahwa membaca adalah pintu masuk menuju pembebasan, dan setiap anak serta pemuda memiliki hak untuk membukanya. Maka kami hadir, mengetuk pintu-pintu kecil di kampung dan desa, mengajak anak-anak berteman dengan buku, berimajinasi tanpa batas, dan menumbuhkan rasa ingin tahu yang kritis.
Namun literasi bagi kami tak berhenti pada aksara. Di tengah tantangan krisis pangan dan ekologi, Rumah Nalar juga menanamkan semangat literasi pertanian kepada pemuda dan petani. Melalui diskusi, praktik langsung, dan lahan percontohan pertanian alami, kami belajar bersama tentang kedaulatan pangan dan keberlanjutan hidup dari tanah yang kami pijak. Literasi menjadi alat untuk memahami alam, mengolah tanah dengan bijak, dan membangun relasi baru antara manusia dan lingkungan.
Tak kalah penting, kami juga menggali dan menguatkan literasi budaya. Di tengah arus homogenisasi dan penggerusan identitas, Rumah Nalar meyakini bahwa kekayaan budaya lokal adalah harta yang harus dijaga dan diwariskan. Lewat kegiatan seni, cerita rakyat, permainan tradisional, hingga dialog antargenerasi, kami menenun kembali ingatan kolektif sebagai bagian dari pendidikan yang membebaskan, yang membuat kita tahu siapa kita, dari mana kita berasal, dan ke mana kita melangkah.
Melalui gerakan literasi yang hidup ini, Rumah Nalar ingin mengajak siapa saja, anak-anak, pemuda, petani, seniman sersta pendidik untuk menjadi bagian dari pendidikan yang memanusiakan, yang berpihak pada kehidupan, dan yang lahir dari nalar bersama. Di Hari Pendidikan Nasional ini, mari kita rayakan belajar sebagai jalan merawat masa depan.
